Assisten Bidang Administrasi Umum Drs. Ismet Inoni mewakili Bupati Lampung Barat H. Parosil Mabsus menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) dan pengawasan usaha pertambangan tanpa izin di Kabupaten Lampung Barat yang diselenggarakan Polres Lampung Barat, Senin (7/2/2022).
Rakor itu berlangsung di Aula Balairung Hotel Sari Rasa, Kelurahan Pasar Liwa Kecamatan Balik Bukit dan dipimpin langsung Kapolres Lampung Barat AKBP. Hadi Saepul Rahman serta dihadiri Dandim 0422/LB Letkol Czi. Anthon Wibowo, Wakil Ketua II DPRD Lampung Barat Erwansyah, Ketua Pengadilan Negeri Liwa Akhmad Budiawan, Kepala Kejaksaan Negeri Lampung Barat diwakili Jaksa Fungsional Firma Hasmara, Kepala Bagian Sumberdaya Alam (SDA) Setdakab. Lampung Barat Sri Wiyatmi dan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Lampung Barat.
Selaku pimpinan rapat, Kapolres Lampung Barat AKBP. Hadi Saepul Rahman mengatakan Rakor itu merupakan upaya penyelesaian mengenai permasalahan sosial yang berkaitan dengan hukum penambangan ilegal galian C yang ada di wilayah Kabupaten Lampung Barat.
AKBP. Hadi Saepul Rahman mengatakan di Kabupaten Lampung Barat terdapat 34 titik tambang pasir dan batu ilegal, dan saat ini terdapat 23 titik galian baru para penambang.
Sehingga ia berharap dari rapat yang diikuti Unsur Forkopimda tersebut dapat menghasilkan penyelesaian terkait permasalahan tersebut.
“Ada beberapa permasalahan di wilayah hukum Kabupaten Lampung Barat terkait penambang ilegal,” ungkapnya.
“Sehingga dari rapat ini diharapkan ada kesimpulan untuk langkah kedepan yang diambil dari jajaran Forkopimda,” sambungnya.
Sementara itu, Assisten Bidang Administrasi Umum Drs. Ismet Inoni mewakili Bupati Lampung Barat H. Parosil Mabsus menyampaikan bahwa banyak yang terdampak akibat pertambangan galian C tersebut.
Ismet menuturkan bahwa pihaknya sempat menemui ketua paguyuban penambang pasir, yakni Anhar Ali, yang berada di Way Semaka, dari pertemuan tersebut Ismet mengatakan bahwa para penambang siap untuk melengkapi surat izin pertambangan.
Akan tetapi Ismet menyatakan pihaknya mengalami kesulitan dalam membantu perizinan tersebut, dikarenakan kepengurusan perizinan tersebut berasal dari pusat.
Ismet menuturkan, bahwa ia sependapat dengan langkah-langkah yang diambil Kapolres Lampung Barat, bahwa dalam proses perizinan tersebut tanpa mengedepankan penegakan hukum secara langsung, akan tetapi mendahulukan langkah persuasif terlebih dahulu kepada para penambang.
“Saya sependapat dengan Kapolres Lampung Barat untuk mendahulukan langkah-langkah persuasif terlebih dahulu,” ucapnya.
Sementara Kepala Bagian Sumber Daya Alam Setdakab. Lampung Barat, Sri Wiyatmi menambahkan jika sebagian surat izin para penambang telah habis masa berlakunya pada saat masa peralihan izin ke Gubernur. Proses tersebut terus berjalan, namun sampai saat ini, Sri Wiyatmi mengutarakan pihaknya belum mengetahui pasti sampai di mana prosesnya setelah adanya peralihan izin ke Provinsi dalam hal ini Gubernur Lampung.
Sri Wiyatmi menjelaskan terdapat beberapa poin alasan izin pertambangan ditolak oleh pemerintah pusat, yaitu dikarenakan ukuran tambang harus persegi, belum adanya dokumen rencana pertambangan dan juga belum ada Kelengkapan dokumen wilayah pertambangan rakyat (WPR).
“Sehingga selagi dokumen tersebut belum ada maka izin tidak dapat dikeluarkan,” jelasnya.
Sebelumnya, lanjut Sri Wiyatmi, Kabupaten Lampung Barat pernah menyusun peta WPR pada saat peralihan Izin ke gubernur dan peta WPR telah disampaikan. Akan tetapi, tugas dan kewenangan yang melakukan pengawasan adalah langsung dari pusat dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sehingga sampai saat ini pihaknya masih menunggu kementrian mengeluarkan atau menyusun dokumen pengelolaan WPR tersebut.
Terakhir ia menegaskan, bahwa masyarakat dan Pemerintah Daerah (Pemda) telah berupaya semaksimal mungkin dalam mengurus masalah perizinan tersebut, akan tetapi hingga saat ini dokumen WPR belum dikeluarkan oleh pihak Kementerian.
“Masyarakat sudah berupaya, Pemda sudah berupaya berkoordinasi dengan kementrian pada saat itu minta dibukaan website namun saat website dibuka namun terkendala dokumen WPR yang belum dikeluarkan kementrian,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Kapolres Lampung Barat AKBP. Hadi Saepul Rahman menegaskan penegakan hukum untuk para penambang agar tidak dilaksanakan terlebih dahulu, akan tetapi mendahulukan langkah persuasif kepada para penambang.
“penegakan hukum untuk para penambang agar tidak dilaksanakan terlebih dahulu, akan tetapi mendahulukan langkah persuasif kepada para penambang,” ungkap Kapolres Lampung Barat AKBP. Hadi Saepul Rahman.
Selanjutnya ia meminta Asisten Bidang Administrasi Umum Ismet Inoni dapat menyampaikan kepada bupati Lampung Barat untuk membuat perbub atau intruksi bupati kepada para penambang, hal itu ditujukan untuk melaksanakan pengawasan kepada penambang.
“Kita dapat memberi sanksi kepada para penambang yang tidak mengindahkan instruksi bupati yang kemudian akan diamankan Sat Pol PP dan dibackup oleh TNI-POLRI,” cetusnya.
Kemudian ia meminta Dinas Lingkungan hidup untuk berkoordinasi dengan kasat Reskrim untuk mengundang paguyuban penambang dan menjadwalkan pertemuan yang akan dilakukan pada Senin (14/2) mendatang untuk memberikan pembimbingan dan fasilitasi paguyuban penambang dalam mengurus perizinan tersebut.