Pada puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Republik Indonesia (RI) yang tepat jatuh pada 17 Agustus 2022 ini, Bupati Lampung Barat Hi. Parosil Mabsus memberikan penghargaan kepada Alm. Gele Harun Nasution sebagai sosok pejuang kemerdekaan RI yang pernah menapakan kakinya di Lampung Barat dan menjadikan Bumi Skala Brak sebagai benteng pertahanan terakhir dalam mempertahankan kemerdekaan RI semasa Agresi Militer Belanda II di Provinsi Lampung pada Januari-Agustus tahun 1949 yang lalu.

Penghargaan itu merupakan bentuk apresiasi Bupati Parosil kepada Alm. Gele Harun selaku Pahlawan dan Pemimpin Pejuang Kemerdekaan RI di Lampung Barat yang kala itu menjadikan Kecamatan Way Tenong sebagai pusat pemerintahan dan benteng berakhir dalam mempertahankan Kemerdekaan RI di Lampung.

Penghargaan itu akan diberikan Bupati Parosil kepada Mulkarnaen Gele Harun yang merupakan putra bungsu Alm. Gele Harun yang saat ini berada dan menetap di Kota Bandarlampung.

Diketahui, berdasarkan dalam buku “Pokok-pokok Gerilya” yang ditulis Jendral Besar AH Nasution, Perang Gerilya Gele Harun semasa Agresi Militer Belanda II dilakukan setelah Tanjung Karang sebagai Ibukota dan kota-kota penting lainnya berhasil ditaklukan oleh Belanda. Strategi ini juga sesuai perintah kilat No.1 Panglima Besar Jendral Sudirman kepada seluruh pejuang kemerdekaan Indonesia.

Adapun rute perang Gerilya Gela Harun dimulai dari Kota Bandar Lampung – Pringsewu – Talang Padang – Ulu Belu – Way Tenong – Bukit Kemuning dan Kembali ke Bandar Lampung.

Hal itu dilakukan dalam medan perang yang sulit menembus perbukitan dan rimbunnya Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Kepercayaan yang diberikan kepada Alm. Gele Harun sebagai Acting Residen Lampung (kepala pemerintahan darurat) menggantikan Residen Rukadi pada 5 Januari 1949 dibayar dengan keberanian dan semangat juang di tengah terbatasnya peralatan tempur dan fasilitas medis.

Tak ayal, Alm. Gele Harun harus kehilangan putri kesayangannya, Herlinawati dalam perang gerilya yang dikebumikan di Pekon Sukaraja Kecamatan Way Tenong. Sebuah pukulan berat yang harus diterima dengan keikhlasan demi berkibarnya sang saka merah putih.